Menatapmu Itu


Pexels/Akshar Dave

“Aku telah memperhatikanya big lama, semenjak bekerja di sini, kau selalu menunduk. Apa salahku?” Tanya Reva, bosku yang ramah di kantor secara terus terang. Dari namanya semua orang tahu bahwa ia lelaki, akan tetapi akan aku tambahkan bahwa ia lelaki sempurna. Wajahnya tampan, orangnya baik, penyayang, pintar, humoris, berkarisma, dan selalu rapi. Dan juga lihat matanya itu, berkilauan jernih seperti kolam tak disapu angin. Tenang.

“Ah, apa?” Aku salah tingkah. Oh, jangan menatap wajahnya, lebih lagi matanya. Batinku sambil memohon.

Lebih baik berterus terang, daripada kita harus bekerjasama dengan suasana canggung seperti ini!” katanya tegas, akan tetapi sopan.

Mata kami bertemu, lalu aku menunduk. “Berjanjilah, apa yang aku katakan ini tidak mengubah apa-apa!”

Ia hanya diam sambil menarikku ke pojokan. Sepi. Hanya kami berdua. “Kau aman mengatakanya.”

“Aku tak ingin menatapmu, karena kau begitu menarik. Jika memperhatikanmu lama-lama, aku akan jatuh cinta. Jadi, lebih baik aku menunduk saja, karena orang-orang selalu menginginkan apa yang ia lihat. Sedangkan aku jauh dari kata pantas untukmu.” Kataku terbata-bata.

Reva menatapku sekilas. Lalu iapun menundukkan wajah.

Maafkan aku.”

Tidak, jangan katakan itu. Kau tahukan bahwa aku…” Reva tidak melanjutkan kata-katanya. Ia hanya mengepal tangan, mendesah pelan, lalu pergi meninggalkanku sendirian di pojokan.

“Aku tahu, kita akan menjadi sangat canggung setelah ini,” Pikirku sambil membiarkan ia pergi. “Tapi, bukankah ini lebih baik? Karena kamu berhak tahu.” Tambahku pula. Berusaha tidak menyesali pengakuan barusan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Pendekatan Memahami Teknologi : Perkembangan Teknologi Informasi dan Pola Interaksi Remaja Masa Kini

Mengunjungi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dalam Memaknai Nasionalisme

PENGGOLONGAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI DAN SALURAN DAN MEDIA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI