Puisi Red poppy Karya Louise Gluck : Sejatinya Manusia dan Alam adalah Satu

.



Beberapa waktu yang lalu, saya menjumpai halaman Guardian muncul di feed Google saya.  Halaman yang muncul waktu itu adalah “Poem of the Week” yang merupakan kolom mingguan di situs berita tersebut.

Kebetulan puisi yang ditampilkan oleh Carol Rumens hari itu ialah “The Red Poppy” karya Louise Gluck, seorang penyair Amerika Serikat dan pengajar di Yale University. Ia merupakan peraih salah satu perempuan peraih nobel sastra yang karya-karyanya dikenal menampilkan keindahan dalam menyajikan eksistensi manusia.

Ketika saya membaca salah satu larik puisi seperti di bawah, saya tidak pernah melupakan puisi ini. Pada hemat saya “Red Poppy” mengambil tema hubungan manusia dan alam, akan tetapi sebenarnya makna yang ingin ditampilkan lebih dari itu.

Sejatinya kita, manusia dan alam (Red Poppy) saling terkoneksi. Malahan dalam puisi tersebut mengisyaratkan bahwa kita pernah bersatu dalam satu wujud yang hal ini sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusi Darwin. Karena kita saling terkoneksi, maka gangguan pada alam sejatinya adalah gangguan pada manusia itu sendiri. Hubungan keduanya ini digambarkan dengan sangat indah oleh Louise Gluck dengan perumpamaan “Rintihan Bunga Poppy Merah”

 

Oh, Saudaraku

Tidakkah kamu seperti aku jua?

Dahulu sekali, pada suatu masa

Jauh sebelum kau menjelma manusia?

....

Aku berbicara saat ini

Karena sikapmu itu

Aku berbicara

Karena aku hancur lebur

 

Hal yang menjadi pertanyaan saya adalah mengapa alam dimanifestasikan sebagai “Red Poppy” yang terlihat lemah dan rapuh. Biasanya alam sering digambarkan sebagai sesuatu yang maskulin, seperti badai, lautan, ataupun gunung yang kokoh. Saya kira ini dilakukan karena pengarang ingin mengambarkan bahwa alam adalah entitas yang rapuh sebagaimana jiwa manusia itu sendiri.

Selain itu Red Poppy juga adalah simbol peringatan dari perang dunia pertama dan kedua, salah dua tragedi paling kelam dari umat manusia. Sehingga Red Poppy bukan hanya simbol alam tetapi juga simbol kemanusiaan; saat ini kemanusiaan sedang hancur lebur karena kerusakan lingkungan, rasisme, perang, kelaparan, dan lain-lain. Oleh karena itu Red Poppy berbicara pada kita semua. Mengingatkan kita bahwa seorang khalifah tidak hanya memerlukan pikiran akan tetapi juga emosi (nurani)

 

Red Poppy

Oleh Louise Gluck

 

The great thing
is not having
a mind. Feelings:
oh, I have those; they
govern me. I have
a lord in heaven
called the sun, and open
for him, showing him
the fire of my own heart, fire
like his presence.
What could such glory be
if not a heart? Oh my brothers and sisters,
were you like me once, long ago,
before you were human? Did you
permit yourselves
to open once, who would never
open again? Because in truth
I am speaking now
the way you do. I speak
because I am shattered.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Pendekatan Memahami Teknologi : Perkembangan Teknologi Informasi dan Pola Interaksi Remaja Masa Kini

Mengunjungi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dalam Memaknai Nasionalisme

PENGGOLONGAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI DAN SALURAN DAN MEDIA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI