Fungsi dan Kedudukan Hadis dalam Al-Qur'an



 Latar Belakang

    Sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, kehadiran hadits yang merupakan peninggalan nabi terasa amat perlu adanya. Banyak aspek yang dikaji dalam hadits berkenaan dengan kehidupan manusia terhadap Allah SWT, maupun aspek kehidupan antara manusia sesama manusia dan hubungan antara manusia dan alam.

   Sesuatu yang tentu tidak dapat kita pisahkan antara sumber hukum kedua salam Islam (Baca: hadits) dan sumber pertama dalam kehidupan agama Islam yaitu Al-Qur’an. Keduanya menempati kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Dikarenakan pentingnya kedua hal tersebut dalam agama Islam, maka sangatlah penting juga bagi kita untuk memahami keduanya yang saling berkaitan.

   Salah satu keterkaitan hadits dan Al-Qur’an adalah kedudukan dan fungsi hadits itu sendiri dalam Al-Qur’an. Secara umum diketahui bahwaAl-Qur’an meruapakan ayat-ayat yang mengatur kehidupan manusia secara umum, untuk itu dengan menggunakan hadits kita dapat mencari penjelasan terhadap ayat-ayatAl-Qur’an yang bersifat universal itu, sehingga tetap fleksibel dengan perubahan waktu dan kondisi umat manusia.

   Selain dari alasan yang disebutkan di atas, mengenai pentingnya mengetahui kedudukan dan fungsi hadits terhadap Al-Qur’an, pembelajaran ini juga sangat penting bagi kita untuk lebih mendalami agama islam secara umum dan studi hadits khususunya.

makalahfull.blogspot.com

 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an?
2. bagaimana fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?

 Kedudukan Hadits dalam Al-Qur’an

    Bagi umat Islma kedudukan hadits sebagai sumber utama kedua ajaran Islam tidak lagi diperdebatkan, karena sudah sangat jelas,  landasanya baik dari Al-Qur’an maupun dari dasar logika.[1]

    Sebagai sumber hukum kedua yang digunakan dalam Islam, maka Hadis tentunya memiliki kedudukan tersendiri. Banyak dari sumber-sumber hukum yang juga berasal dari nash di dalam hadits, namun tidak dirincikan dalam Al-Qur’an ataupun boleh juga tidak ditemukanya ayat yang membicarakanya secara tegas dalam Al-Qur’an.[2]

Al-Suyuthi dan al-Qismi sendiri tanpaknya sepakat bahwa paling tidak ada empat argument rasional mengenai kedudukan Hadits terhadap Al-Qur’an yaitu:

1. Al-Qur’an harus lebih diutamakan terlebih dahulu ketimbang Hadits, hal ini karena Al-Qur’an sendiri bersifat qath’i dan Hadits bersifat dzanni.

2. Hadits merupakan penjabaran dari Al-Qur’an, sehingga dapat dijelaskan bahwa penjabar kedudukanya pasti lebih rendah dibandingkan pada nash yang dijabarkanya.

3. Ada beberapa hadits dan atsar yang menjelaskan urutan serta kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur’an. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah dari percakapan Rasulullah SAW dengan Mu’az bin Jabal yang akan diutus ke negeri Yaman sebagai qadli. Nabi bertanya: “Dengan apa kau putuskan suatu perkara?” Mu’az menjawab, “Dengan kitab Allah”. Jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an barulah dari hadits dan setelah itu menggunakan ijtihad.

4.Al-Qur’an saebagai wahyu dari sang pencipta, sedangkan hadits berasal dari  hambanya. Dapat diterima secara logika, jika pencipta pastinya memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan hamba yang menjadi utusan dari sang pencipta itu sendiri, sehingga kedudukan Al-Qur’an yang merupakan kalam ilahi diletakan sebagai sumber hukum Islam yang pertama dalam Islam. Sedangkan Hadits ditempatkan pada bagian kedua setelah Al-Qur’an.

    Selain dari pernyataan di atas, kedudukan Hadits terhadap Al-Qur’an juga dapat dipahami dengan tekstual yang berasal dari Al-Qur’an itu sendiri, sebagai contoh:
 
 Surat An-Nisa ayat 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا 

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.


Selain itu, kedudukan hadits terhdap Al-Qur’an juga dijelaskan dalam surat yasng sama ayat 80 berbunyi:

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

 Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an


kiblat.net

   Secara umum, dapat dikatakan bahwa fungsi hadits dipandang dari kedudukanya terhadap Al-Qur’an, maka hadits memiliki fungsi menjelaskan makna dan ayat–ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang maknanya sangat dalam dan universal.[3]

   Para ulama sepakat, bahwasanya paling tidak ada empat fungsi hadits terhadap Al-Qur’an, mulai sebagai penguat, pemberi penjelasan, penetapan hukum yang belum ditemukan dalam Al-Qur’an secara terang atau dzohir, mapun berfungsi sebagai penghapus hukum yang ada di dalam Al-Qur’an.
   
1 Bayan taqrir

    Fungsi hadits sebagai penguat terhadap ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dapat diartikan pula, bahwa hadits menjelaskan apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, misalnya menjelaskan menegnai zakat, haji, sholat, dan lain-lain.
   Sebagai contoh dapat kita lihat pada QS. Al-baqarah : 110 di bawa ini:


وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ  

 Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

    Ayat di atas kemudian dipertegaskan oleh hadits Rasulullah SAW, yang bearti:

“Islam itu adalah engkau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan sholat, menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa di bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji di baitullah

2 Bayan Tafsir

    Menurut Abdul Nata (1993) Hadits mempunyai fungsi sebagai penafsiran ataupun pentafshilan terhadap ayat Al-Qur’an mengutarakan bahwa sunah itu menjelaskan atau memperinci kemujmalan Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an bersifat Mujmal (Global), maka agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun diperlukan penafsiran. Untuk itu juga diperlukan al-Sunnah.

    Perlu untuk diketahui, bahwa fungsi sebagai perinci ini merupakan fungsi yang terbanyak pada umumnya.[4] Kemudian, fungsi hadits dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dapat dibagi lagi dalam tiga garis besar.

a. Tafshil Al-Mujmal

    hadits memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat yang bersifat global, baik itu dalam hal ibadah maupun hukum. Dalam hal ibadah, dapat kita ambil contoh bahwa dalam Al-Qur’an hanya disebutkan ayat mengenai perintah untuk mendirikan sholat, namun kemudian menegnai tata cara, waktu, jumlah raka’at  kita dapat mengetahuinya melalui hadits. Misalnya pada hadits nabi berikut ini:
    “Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat”. (HR.Bukhari)

b. Takhshish Al-Amm

   hadits yang mengkhususkan pada ayat-ayat yang bersifat umum, sebagian ulama menyebutnya lagi sebagai bayan takhshish.[5] Salah satu contoh hadits yang mengkhususkan pada ayat-ayat yang bersifat umum adalah penjelasan mengenai surat An-Nisa ayat 11;

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ 

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.


    Ayat di atas bersifat umum, kemudian dikhususkan oleh nabi dengan menyatakan bahwa seorang anak yang telah membunuh orang tuanya tidak berhak atas warisan tersebut seperti yang dikatakan dalam hadits di bawah ini:

    Pembunuh tidak dapat mewarisi (harta pusaka). (HR. At-Tirmidzi)

c. Taqyid Al-Muthlaq

    Hadits membatasi kemutlakan ayat-ayat Al-Qur’an. Artinya keterangan yanga ada di Al-Qur’an seacara mutlak kemudian dijelaskan oleh hadits dan diberikan batasan-batasan mengenai kemutlakanya.

    Contoh yang nyata adalah masalah hukum pemotongan tangan yang diberlakukan untuk pencuri. Di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan mengenai batasan potongan tangan tersebut, apakah di potong pada pergelangan tangan, lengan, bahkan sampai pundak. Hal ini dijelaskan lagi dalam hadits bahwa potong tangan tersebut dilakukan sampai lengan saja.

3 Bayan Naskhi

   Maksud dari Bayan Naskhi adalah As-Sunnah berfungsi menjelaskan mana ayat yang manasakh dan mana ayat yang dimansukh yang secara lahiriah bertentangan. Bayan Naskh ini sering juga disebut sebagai bayan tabdil, yaitu mengganti suatu hukum atau menghapuskanya.[6]
   Contoh dari Bayan Nasikh terdapat dalam penjelasan Al-Qur’an suarah Al-Baqarah ayat 180:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
  
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

 Ayat di atas di-naskh dengan hadits nabi yang bearti:

Sesungguhnya Allah memberikan hak pada setiap yang mempunyai hak dan tidak adawasiat itu wajib bagi waris” (HR. An-Nasa’i)

 Bayan Tasyri’i

   Makna dari fungsi hadits sebagai Bayan Tasyri’i yaitu hadits menjadi salah satu yang menciptakan hukum syariat.[7] Dalam hadits terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an, sehingga kedudukanya tidak lagi menjadi penjelas ataupun penguat ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi sunah sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam Al-Qur’an.[8]

inspiradata.com


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahanya diakses melalui https://tafsirq.com

Djuned, Daniel. 2010.  Ilmu Hadits Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadits. Surabaya: Erlangga

Khon, Abdul Majid. 2008. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah

Nata, Abdullah. 1993. Al-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I). Jakarta: Raja Grafindo Persada



[1] Daniel Djuned, Ilmu Hadis: Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis, hlm. 42
[2] Penjelasan ini dirincikan pada fungsi hadits terhadap Al-Qur’an di pembahasan kedua.
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 16. Dalam keterangan ini juga dikatakan bahwa penjelasan ini kemudian oleh para ulama dirincikan lagi menjadi beberapa garis besar fungsi hadits terhadap Al-Qur’an.
[4] Ibid, hal. 17
[5] ibid
[6] Abdul Nata, Al-Qur’an dan Hadits, hal. 183
[7] Abdul MajidKhon, Ulumul Hadis, hal. 19
[8] Ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Pendekatan Memahami Teknologi : Perkembangan Teknologi Informasi dan Pola Interaksi Remaja Masa Kini

Mengunjungi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dalam Memaknai Nasionalisme

PENGGOLONGAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI DAN SALURAN DAN MEDIA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI