3 Pendekatan Memahami Teknologi : Perkembangan Teknologi Informasi dan Pola Interaksi Remaja Masa Kini
Di era digital ini kebutuhan
Teknologi Komunikasi agaknya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Hampir di seluruh lini kehidupan manusia telah
mengikutsertakan teknologi. Contoh kecil, ketika bangun tidur maka yang pertama
dilakukan adalah melihat jam. Saat ini, jam digital dapat dilihat melalui gadget.
Begitupula ketika hendak memasak dan mencari resep-resep makanan yang menarik.
Sekali lagi, teknologi komunikasi memainkan peranya dalam kehidupan manusia.
Salah satu teknologi komunikasi
yang memiliki peran besar dalam kehidupan abad ke-21 adalah internet. Dengan
menggunakan internet, masyarakat dengan mudah dapat mengakses banyak informasi yang
bermanfaat sesuai kebutuhanya. Menurut data yang telah diperoleh dari Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), akhir tahun 2006 jumlah pengguna
internet telah mencapai 25 juta orang. Angka tersebuat berkemungkinan akan
terus berkembang pesat dengan semakin maraknya penggunaan internet saat ini.
Di satu sisi, penggunaan
teknologi komunikasi dapat memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Masyarakat bisa dengan bebas berbagi informasi dan
berkomunikasi tanpa perlu memikirkan banyak hambatan dalam hal biaya, jarak,
dan waktu.[1] Namun pada sisi lain, dampak yang ditimbulkan dengan
hadirnya teknologi komunikasi tidak lagi dianggap sebagai hal yang sepele. Cybercrime,
cyberporn, cyberbully, dan kecemasan sosial merupakan sebagian
dari banyak problematika yang ditimbulkan akibat kehadiran teknologi komunikasi
di lingkungan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis hendak
menganalisis teknologi komunikasi dalam hal mempengaruhi hubungan sosial di
kalangan remaja. Kehadiran Teknoloogi Komunikasi-terutama gadget dan
internet-telah banyak mempengaruhi pola integrasi sosial di kalangan remaja.
Saat ini, remaja tidak lagi menganggap lingkungan sosial sebagai arus utama
dalam kehidupan sehari-hari.Komunikasi jarak dekat, mungkin telah
ter(di)gantikan teknologi komunikasi.
Menurut Dr.
Zakiah Dradjat belum terdapat kesepakatan yang pasti mengenai usia remaja oleh
kalangan ilmuan. Hanya saja, hampir disepakti banyak Psikolog bahwa remaja
ialah usia dengan rentan 13 hingga 21 tahun.[2]
Hanya saja, remaja secara umum didefinisikan sebagai masa peralihan dari
anak-anak ke dewasa.
Ir. Siswanto
menjelaskan bahwa remaja berada dalam tahap perkembangan. Di masa inilah remaja
banyak menyerap pendidikan untuk memenuhi rasa ingin tahu dan mendapatkan
pengalaman dari masyarakat di sekitarnya. Namun pada masa ini juga, remaja
mengalami emosi yang bergejolak dan labil. Lingkungan sekitar akan sangat
berpengaruh terhadap perilaku remaja, sehingga apabila berada di lingkungan
yang buruk maka remaja belum mampu berpikir secara jernih untuk mengatasi
dampak negatif yang ditimbulkan.[3]
Dari dua
definisi para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja merupakan masa
transisi. Dimana, ia terlalu dini untuk dikatagorikan sebagai golongan dewasa,
namun juga terlalu dewasa untuk dimasukkan sebagai golongan anak-anak.
Melihat remaja
sebagi bagian masyarakat yang masih mencari eksitensi diri akan kebaradaanya,
menyebabkan remaja mudah terbawa arus informasi. Remaja akan mudah tergiur
dengan kemudahan-kemudahan yang ada di dalam teknologi informasi. Ketika remaja
telah menggunakan teknologi informasi namun belum diikuti pengetahuan yang
mendalam akan dampak negatif teknologi tersbut, maka akan menimbulkan kerugian
sendiri terhadap remaja tersebut. Sebagai contoh, perkembangan teknologi
informasi telah menyebabkantingginya angka pornografi di kalangan remaja.
Menurut catatn Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana
Susana Yambise, mengutarakan bahwa ada 25 ribu remaja Indonesia yang mengakses
situs pornografi setiap hari.[4]
Seorang ahli
dalam bidang futuristik, Anthony G. Wilhelm memberikan penjelasan yang menarik
mengenai pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami teknologi informasi
yaitu;
1. Dystopian
Dystopian
merupakan aliran yang mengedepankan kehati-hatian dan sikap kritis terhadap
penerapan teknologi. Aliran Dystopian
berupaya untuk mengembalikan integrasi sosial yang ada di masyarakat seperti
komunikasi antar personal dan komunikasi tatap muka.
2. Neo-Futuris
Dapat
dikatakan, aliran Neo-Futuris merupakan pandangan mengenai
teknologi informasi yang memiliki tolak belakang terhadap pandangan Dystopian.
Aliran Neo-Futuris memiliki keterbukaan terhadap penerimaan
teknologi-teknologi yang baru. Orang akan beranggapan bahwa teknologi merupakan
segala-galanya dan dengan adanya teknologi akan memudahkan segala pekerjaan.
3. Tekno-Realis
Tekno-Realis
agaknya paham yang lebih moderat menegnai teknologi informasi. Aliran Tekno-Realis
menyadari bahwa teknologi memiliki manfaat-manfaat yang memudahkan kita dalam
berhubungan. Akan tetapi, tentunya mereka juga menyadari bahwa teknologi dengan
segala kemudahanya juga memiliki dampak negatif bagi nilai-nilai kemanusiaan.
Melihat pola
hubungan sosial yang terjadi akibat adanya teknologi informasi, terutama gadget
dapat menyebabkan meningkatnya tingkat individualis di kalangan remaja. Melalui
gadget, remaja disuguhkan banyak aplikasi sehingga banyak menghabiskan waktunya
di dunia virtual dibandingkan dengan belajar.[5]
Tentunya, dengan meningkatnya waktu yang digunakan di dunia virtual tersebut,
juga mempengaruhi komunikasi di dunia nyata pada kalangan remaja.
Selain itu,
dengan kemudahan yang ditawarkan gadget tersebut remaja juga akan malas bertemu
dengan teman bermainya.[6]
Ketika ada keperluan, remaja merasa cukup menghubungi melalui medsos yang di anggap
lebih praktis dan efisien. Remaja juga akan cenderung berfokus pada gadgetketika sedang mengobrol dengan teman yang berada di sampingnya sehingga akan
meningkatkan rasa saling tidak menghargai dalam hubungan pertemanan. Hal ini
tentunya dapat mengkerdilkan nurani kolektif-sedikit meminjam
istilah Emile Durkheim-yang ada di lingkungan remaja.
Melihat
fenomena yang ada di kalangan remaja saat ini, maka rasanya perlu untuk
mengkaji ulang bagaimana seharusnya remaja dalam menyikapi teknologi informasi.
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, remaja dengan mudahnya tergiur
teknologi mutakhir sehingga mengesampingkan dampak negatif. Dari data dan riset
yang telah penulis paparkan sebelumnya, penulis memiliki kesimpulan bahwa
remaja saat ini belum mampu menggunakan teknologi informasi secara realis.
Remaja masih dikendalikan teknologi informasi sehingga berakibat buruk
bagi interaksi sosial remaja tersebut. Jika hal ini tidak diikuti dengan
bimbingan orang yang lebih dewasa, maka bukan sesuatu hal yang tidak mungkin
jika remaja akan menjadi Communication Technological Animal,
yang dimana teknologi diletakan sebagai hal yang paling fundamental dalam
kehidupan sehari-hari mengalahkan interaksi sosial.
Daftar Pustaka
Daradjat, Zakiah. 1975. Pembinaan Remaja.
Jakarta: Bulan Bintang.
Ritzer, Goerge. 2012. Teori Sosiologi: dari Sosiologi
Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Siswanto. 2005. Panduan Praktis Organisasi
Remaja Masjid. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Silvia Fardila
Soliha. Tingkat Ketergantungan Media Sosial dan Kecemasan Sosial. Jurnal
Interaksi. Vol 4 (1) Januari 2015. Hal, 1-10
Doni Harfiyanto. Pola Interaksi Sosial Siswa Pengguna
Gadget DI SMAN 1 Semarang. Journal of Educations Social Studies
(JESS). Vol 4 (1) 2015. Hal, 1-5
Tempo.co diakses pada tanggal 30 Mei 2017 pukul 05:52
[1]
Jurnal. Silvia Fardila Soliha. Tingkat Ketergantungan
Media Sosial dan Kecemasan Sosial. Interaksi. Vol 4 (1) Januari 2015. Hal,
1-10
[3] Siswanto. 2005. Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid.
Jakarta: Pustaka Al- Kautsar. Hal, 42
[5]
Doni Harfiyanto. Pola Interaksi Sosial Siswa Pengguna
Gadget DI SMAN 1 Semarang. Journal of Educations Social Studies
(JESS). Vol 4 (1) 2015. Hal, 1-5
Komentar
Posting Komentar