Keindahan Kota Gede : Menelusuri Kota Budaya Yogyakarta
Oleh: Ulfah
Solihat
Langit mendung
hampir gerimis saat saya dan beberapa orang dalam kelompok kecil menyusuri Kotagede.
Sebuah kota yang kental dengan iklim Jawa dan tradisi masa lalu. Tak hanya
dalam lingkungan Keraton Mataram namun juga hampir di seluruh jalanan dan
pelosok kotanya. Seperti wilayah selatan Kotagede yang sedang saya susuri ini,
daerah sekitar Kampung Dalem dan alun-alun, suasana magis dan sakral masih
terlihat pekat.
Dalam
perjalanan, saya berjumpa dengan tembok benteng tebal, pohon beringin tua,
bangunan joglo yang berusia ratusan tahun dan satu benteng jebolan Raden
Rangga. Benteng ini merupakan bagian tembok Cepuri, sisi utara yang secara
fisik terbuka sebesar ukuran manusia. Tak disangka ternyata menurut sejarah, benteng
ini dahulu kala merupakan ulah Raden Rangga yang ingin mengalahkan kesaktian
ayahnya namun gagal. Raden Rangga yang merasa malu atas kegagalannya, kemudia berniat
kabur dari keraton dengan membenturkan dirinya ke benteng keraton. Maka dari
itu benteng itu disebut Benteng Jebolan Raden Rangga.
pinimg.com
Selanjutnya kami
menyusuri sepanjang jalan arah selatan masjid. Deretan rumah warga dengan
arsitektur unik berdiri kokoh meski sudah nampak tua. Ukiran-ukiran yang
dipahat pada bangunan menandakan identitas sebuah rumah mewah. Konon, sepanjang
deretan rumah warga yang bertepatan mengitari sisi jalan, dulunya merupakan
alun-alun. Namun karena peradaban manusia semakin berkembang, tempat itu dibongkar
dan dipadati rumah-rumah penduduk yang kemudian diberi nama Kampung Alun-Alun.
Di antara
deretan rumah terdapat gang-gang kecil yang menghubungkan antara rumah satu dan
lainnya. Satu hal yang tidak bisa dilewatkan di antara banyak gang disana
adalah satu gang yang berbeda dari lainnya. Terdapat dua gerbang kecil yang
menutup gang bagian depan dan belakang. Sebuah pemukiman kecil di dalamnya
biasa disebut dengan Between Two Gates (Di Antara Dua Gerbang). Gerbang
ini merupakan salah satu spot foto yang banyak diburu oleh wisatawan.
Semakin
berjalan ke arah selatan, kami menemukan tempat yang kami ketahui merupakan
tempat berharga bagi warga Keraton Mataram saat dulu, Kampung Kedhaton. Meski
kampung itu saat ini sudah tak terlihat seperti bangunan keraton karena dipadati
pemukiman warga. Meski begitu, tersisa satu bangunan yang masih menampakkan
wujud aslinya yaitu watu gilang.
Menurut sejarah
batu ini merupakan tempat singgasana raja Panembahan Senapati. Batu hitam ini
terdapat di bawah pohon beringin tua dan didalam bangunan kecil seperti pos
yang amat dijaga keamanannya. Tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam. Di sebelah barat batu terdapat tembok putih
setinggi 1,5 meter. Didalamnya mengelilingi makam-makan keluarga Keraton.
Pasar dan
Makanan Khas
piknikdong.com
Rasanya belum
puas berjalan-jalan mengitari sudut bersejarah Kotagede jika belum berkunjung
ke pusat perekonomian kota. Selain padat oleh para wisatawan di sana juga kita
bisa langsung berinteraksi dengan penduduk asli yang tengah melakukan berbagai
aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebut saja Pasar
Legi, sebuah pasar yang berada di sebelah utara masjid Mataram. Tidak jauh dari
masjid kita sudah bisa masuk kawasan pasar. Pasar ini terlihat begitu tradisional,
mulai dari ornamen-ornamen pasar yang memiliki ukiran dan pahatan, juga makanan
tradisional yang menjadi khas Kotagede. Misalnya jajanan kipa, yangko, lemper,
kue waru, dan lainnya yang temtunya juga terjangkau dompet.
Pasar Legi ini
merupakan pusat perdagangan di Kotagede. Tempatnya sangat terawat dan rapi
beralaskan keramik gelap. Aroma bunga dan rempah-rempah khas Keraton menyambut
para wisatawan saat memasuki pintu pasar. Hal ini berahasil membawa para
wisatawan pada suasana kebudayaan tradisonal Jawa. Tak hanya itu, banyak sekali
kuliner yang bisa kita jumpai di sekitar wilayah Kotgede. Di antaranya wedhang
ronde, sate karang, emping Kotagede, es sidosemi, bakso Kotagede, Coklat
Monggo, Coklat Java, dan banyak lagi.
Coklat Monggo
salah satunya, meruapakan coklat yang tak bisa dilewatkan ketika para wisatawan
mengunjungi Kotagede. Cokelat Monggo merupakan cokelat asli dari Belgia sehingga
harganya masuk ke dalam golongan menengah ke atas. Produksi cokelat ini dilakukan
secara manual oleh tangan manusia. Di kedai Cokelat Monggo, para wisatawan bisa
langsung menyaksikan cara pembuatan coklat. Selain varian rasa yang beragam, bentuk yang disajikan juga sangat menarik dan terkesan
elegan.
surabaya.tribunnews.com
Sebagai seorang
wisatawan atau anak rantau yang berada di Yogyakarta rasanya belum lengkap jika
belum mengunjungi kota peninggalan Kerajaan Mataram. Disana saya merasa
menikmati berbagai romantisme yang disajikan di setiap sudut kota bersejarah.
Jika ke Kotagede, tak pantas hanya mengunjungi satu atau dua tempat saja. Karena
ketika memasuki wilayahnya, suasana sejarah terasa kental dan itu bisa kita
temui di sepanjang jalan yang ada di Kotagede. Dengan hanya cukup berjalan kaki
saja bisa memenuhi waktu piknik serta banyak ilmu pengetahuan yang bisa diambil
dari setiap sudut kota ini.
Setelah
menyusuri sebagian besar wilayah Kotagede, saya dan kelompok kecil kami
terpaksa harus pulang karena hari telah sore. Terasa berat meninggalkan seluruh
kenangan dan ilmu pengetahuan yang didapat selama perjalanan di Kotagede. Merasa
tak pantas menyembunyikan keunikan kota ini, saya bertekad untuk kembali
menyusuri jejak sejarah dan romantisnya Kotagede. Selain itu, tulisan ini
menjadi saksi perjalanan yang ingin saya bagikan kepada seluruh orang yang
membaca. Saya ingin memberitahu bahwa terdapat sebuah kota terpencil di
Yogyakarta yang tak kalah istimewa dari jalanan Malioboro.
Artikel bagus,kunjungi balik kak
BalasHapus