Postingan

Menampilkan postingan dengan label Karyaku

5 Poems of Mine About Flowers and Unity

Gambar
 Poem 1 the land of flowers   land of ours is a garden fair just beyond your doorstep’s care enveloped by a wooden fence beside the window, a rustic sense   we bloom with each morning rise sunlight adorns us through the window’s glass even when the raindrops gentle fall our smile just the same, standing fall   there are many of us here I am a red rose I am a white jasmine I am a yellow allamanda I am a purple hibiscus   together we dwell in this land under the sun we all stand rooted in the same earth so fine no need hates when love define   Eden’s beauty wouldn’t be with only one color to see everlasting without living he was willing to wait an angel while his gravestone greater than ever his morning eyes harmonize the graveyard where the flowers of mourners wilted for the last   then, a longed-for voice whisper somberly, “you name is everlasting without living!”   a little wonder, in this cemetery there is not such

Castillo del Morro

Gambar
Oleh : Jailani Ansera Sebelum berangkat dengan kapal menuju Miami, bangunan terakhir yang dilihat oleh Mary ketika meninggalkan Havana adalah sebuah mercusuar. Bangunan tinggi bewarna abu-abu yang suram, Faro del Castillo del Morro [1] , begitulah orang Kuba menyebut nama tempat tersebut. Seingat Mary, ia pernah melihat kastil yang sama persis di pesisir California beberapa waktu lalu. Akan tetapi, ia lupa tepatnya dimana dan kapan persisnya. Seolah-olah kenangan itu tidak pernah terjadi sama sekali. Kapal yang mereka layari menembus lautan yang cukup luas. Ombak besar beserta badai menghantam kapal sehingga terombang ambing. Semua orang terpana, menangis, dan terperangah. Beberapa lagi memaki dan banyak pula melapalkan doa pada tuhan. Dalam keriuhan itu, ombak yang paling besar datang seperti benteng perang. Cukup satu kali sapu, kapal itu terbalik bagai debu yang disiuh angin sore. Semua orang terjatuh dan tenggelam kecuali Mary beserta seorang laki-laki. Ia tidak kenal

Cerita Mini : Suara Berisik

Gambar
Oleh : Jailani Ansera Bu Romah, seorang janda tua yang terkenal sangat galak memiliki seorang anak bujang yang sedang merantau. Malangnya, ketika hendak pulang ke desa kecil pinggir laut itu, perahu yang ditumpangi anak tersebut menghilang entah ke mana. Sudah lebih sebulan lamanya kabar kehilangan anaknya tersebut datang sehingga esok ia mau tak mau mengadakan acara empat puluh hari anaknya. Orang-orang kampung percaya bahwa perahu yang ditumpangi Kumang pastilah terbalik kena badai. Sedangkan orang-orang di dalamnya tenggelam ke laut, buruknya lagi telah menjadi santapan ikan hiu. Setiap mendengar cerita seperti itu, tentu saja Romah tidak henti-hentinya mengumpat. “Allah, hamba mohon, kembalikan Kumang. Ia satu-satunya anak yang hamba punya.” Lirih Romah di malam hari yang sepi dalam kamarnya. Tidak ada suara siapa-siapa kecuali deru ombak dan angin bersiuh yang datang dari laut menghantam pantai di belakang rumah. Sedangkan ruang tamu terdapat beberapa kerabat