Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Gubenur dan Petani

Gambar
Oleh: @jailaniansera pixaby/pexels Dalam sebuah perjalanan dinas, akupun tersesat. Tempat yang sangat asing sekali menurutku. Tepatnya pada sebuah lereng gunung hijau yang diselimuti kabut, seakan-akan menandakan bahwa di gunung itu terjadi hujan setiap hari. Ketika rintik-rintik mulai turun, aku melongok ke atas. Ah, benar saja, sekarang akan hujan sehingga ada baiknya aku berteduh. Tempat aku berteduh adalah satu-satunya gubuk yang dimiliki laki-laki tua di lereng gunung itu.  “Boleh aku berteduh di sini?” tanyaku. “Oh, tentu saja.” Katanya ramah dan riang. Akan tetapi lelaki tua ini rupanya tidak tahu bahwa aku seorang gubenur sampai ia bertanya, “Siapakah tuan ini?” “Aku seorang gubenur.” Jawabku sambil tersenyum. Laki-laki tua itu terperanjat. Segera ia memberikan tikar paling bagus, minuman terbaik, dan pelayanan paling ramah yang ia bisa. Tentu saja aku sangat berterimakasih dengan apa yang ia lakukan padaku.  “Pastilah tuan memiliki tugas yang

Apa yang Ia Pikirkan?

Gambar
Oleh: @jailaniansera revac/pexels Menurutmu apa yang terjadi ketika dua orang pendiam bertemu di sebuah oplet. Ku pikir juga begitu, tidak ada yang akan terjadi. Hanya diam, seperti yang aku dan wanita tua itu rasakan saat ini. Sambil membunyikan musik dan memakai earphone ke telinga, aku menebak-nebak, Apa yang wanita ini pikirkan tentangku? Cewek yang manja? Sombong? Anti sosial? Ah, ku rasa aku tidak adil berpikir tentang dirinya meskipun wajah wanita itu terlihat tidak begitu menyenangkan. Wajahnya masam dan kurang bersahabat. Aku pun menampilkan wajah yang sama. Aku tersenyum. Wanita tua itu tersenyum. Oh, Tuhan, senyuman itu teramat manis dan tulus. Kemudian kami saling mengalihkan pandangan. Aku merasa malu pada senyumanya. Akan tetapi aku tidak tahu mengapa ia mengalihkan pandangan dari wajahku. Mungkin ia sedang tertawa saat ini. Ia mungkin saja, karena wanita tua itu sempat memperhatikan gigi ompongku sekilas. Ah, ia memang tidak dapat menjaga peras

Café Colombus

Gambar
Oleh : @jailaniansera Shevtsova/pexels Siang hari ketika musim dingin yang buruk menjelang natal, Philippe Nonet masuk ke sebuah café yang tenang. Suasana dingin tidak dipedulikanya ketika menginjak Café Columbus di dekat anjungan Kota Marseille [1] karena pandanganya lansung tertuju pada satu sosok. Siluet yang menarik perhatianya sehingga melupakan cuaca tidak menyenangkan tersebut. Seorang perempuan yang memiliki rambut indah dan terurai menghadap pada dinding kaca café yang transparan. Ketika perempuan itu menghirup kopinya, Philippe melihat leher yang indah, begitu cantik seperti sebuah boneka tua yang dibuat dari tanah liat. Sangat antik. Sedangkan tepat di meja depan perempuan itu, sebuah buku yang kelihatanya sangat baru tergeletak manis. Setelah memperhatikan sekilas pada buku itu, Philippe tersenyum. “ Semoga tuhan membantu kita semua , itulah kalimat terakhir yang ditulis oleh Irène Nèmirovsky sebelum akhirnya mati di kamar eksekusi. Mungkin hal terakhir y

Mohajer Para [1]

Gambar
Oleh: @jailaniansera Jaymantri/pexels Namanya Basimah, enam belas tahun, atau setidaknya begitulah ia memperkenalkan dirinya pertamakali padaku. Aku yakin itu bukan nama yang sebenarnya. Akan tetapi aku juga tidak mau bersusah payah memintanya berucap jujur, bagiku bukan itu yang paling penting. Pertamakali bertemu, Basimah kelihatan pucat, mukanya memar, dan bibirnya gemetar karena kedinginan. Selain itu mukanya yang kecokelatan tampak kusam dan perutnya keroncongan karena kelaparan. “Malang sekali dirimu,” Kataku ketika bertemu denganya di perbatasan Timur Kota Cox’s Bazar. Aku yakin dirinya seperti kebanyakan orang, pengungsi dari Myanmar. Mencoba untuk hidup lebih lama dan mencoba keberuntungan di Bangladesh. Ia menatapku. Matanya sayu dan raut mukanya seakan-akan hendak memohon. “Ku mohon, bawa aku. Selamatkan aku.” Katanya sambil menyeka perut dan menangis. Aku melihatnya dalam-dalam di persimpangan gang kecil, tidak jauh dari bangunan tua yang kurang terawat

Sebelum Malaikat Datang

Gambar
Oleh : Jailani Ansera Michel Widdel/pexels Hari ini Subroto ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Terlihat berkucur darah di pinggir gang kecil, tidak jauh dari kedai minuman keras tempat ia biasa nongkrong dengan kawan-kawan karib. Sepertinya seseorang menusuk Subroto ketika ia sedang mabuk dan sempoyongan. Laki-laki bertubuh tinggi itu memiliki tato naga di bahu kanannya dan gambar seorang perempuan di sebelah kiri. “Ini adalah istriku, aku menggambarnya karena aku mencintainya.” Kata Subroto padaku beberapa tahun lalu memamerkan bahu kirinya ketika kami pertama kali bertemu di kedai arak yang baunya seperti air kencing itu. “Akan tetapi sekarang ia pergi. Jauh entah kemana meninggalkanku sendiri. Kabarnya ia hidup di Jakarta dengan suami barunya. Orang kaya dan punya uang banyak, kau tahukan, bagaimana tingkah-tingkah orang kaya? Mereka dapat mengambil semuanya!” Serunya pula dengan semangat seolah-olah sedang membicarakan pertandingan Manchester City melawan Liverp