Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerita Mini

Menatapmu Itu

Gambar
Oleh: @jailaniansera Pexels /Akshar Dave “Aku telah memperhatikanya big lama, semenjak bekerja di sini , kau selalu menunduk . Apa salahku ?” Tanya Reva , bosku yang ramah di kantor secara terus terang . Dari namanya semua orang tahu bahwa ia lelaki , akan tetapi akan aku tambahkan bahwa ia lelaki sempurna . Wajahnya tampan, orangnya baik , penyayang , pintar , humoris , berkarisma , dan selalu rapi . Dan juga lihat matanya itu , berkilauan jernih seperti kolam tak disapu angin . Tenang. “Ah, apa ?” Aku salah tingkah . Oh, jangan menatap wajahnya , lebih lagi matanya . Batinku sambil memohon . “ Lebih baik berterus terang , daripada kita harus bekerjasama dengan suasana canggung seperti ini !” katanya tegas , akan tetapi sopan . Mata kami bertemu , lalu aku menunduk . “ Berjanjilah , apa yang aku katakan ini tidak mengubah apa - apa !” Ia hanya diam sambil menarikku ke pojokan . Sepi. Hanya

Gubenur dan Petani

Gambar
Oleh: @jailaniansera pixaby/pexels Dalam sebuah perjalanan dinas, akupun tersesat. Tempat yang sangat asing sekali menurutku. Tepatnya pada sebuah lereng gunung hijau yang diselimuti kabut, seakan-akan menandakan bahwa di gunung itu terjadi hujan setiap hari. Ketika rintik-rintik mulai turun, aku melongok ke atas. Ah, benar saja, sekarang akan hujan sehingga ada baiknya aku berteduh. Tempat aku berteduh adalah satu-satunya gubuk yang dimiliki laki-laki tua di lereng gunung itu.  “Boleh aku berteduh di sini?” tanyaku. “Oh, tentu saja.” Katanya ramah dan riang. Akan tetapi lelaki tua ini rupanya tidak tahu bahwa aku seorang gubenur sampai ia bertanya, “Siapakah tuan ini?” “Aku seorang gubenur.” Jawabku sambil tersenyum. Laki-laki tua itu terperanjat. Segera ia memberikan tikar paling bagus, minuman terbaik, dan pelayanan paling ramah yang ia bisa. Tentu saja aku sangat berterimakasih dengan apa yang ia lakukan padaku.  “Pastilah tuan memiliki tugas yang

Apa yang Ia Pikirkan?

Gambar
Oleh: @jailaniansera revac/pexels Menurutmu apa yang terjadi ketika dua orang pendiam bertemu di sebuah oplet. Ku pikir juga begitu, tidak ada yang akan terjadi. Hanya diam, seperti yang aku dan wanita tua itu rasakan saat ini. Sambil membunyikan musik dan memakai earphone ke telinga, aku menebak-nebak, Apa yang wanita ini pikirkan tentangku? Cewek yang manja? Sombong? Anti sosial? Ah, ku rasa aku tidak adil berpikir tentang dirinya meskipun wajah wanita itu terlihat tidak begitu menyenangkan. Wajahnya masam dan kurang bersahabat. Aku pun menampilkan wajah yang sama. Aku tersenyum. Wanita tua itu tersenyum. Oh, Tuhan, senyuman itu teramat manis dan tulus. Kemudian kami saling mengalihkan pandangan. Aku merasa malu pada senyumanya. Akan tetapi aku tidak tahu mengapa ia mengalihkan pandangan dari wajahku. Mungkin ia sedang tertawa saat ini. Ia mungkin saja, karena wanita tua itu sempat memperhatikan gigi ompongku sekilas. Ah, ia memang tidak dapat menjaga peras

Café Colombus

Gambar
Oleh : @jailaniansera Shevtsova/pexels Siang hari ketika musim dingin yang buruk menjelang natal, Philippe Nonet masuk ke sebuah café yang tenang. Suasana dingin tidak dipedulikanya ketika menginjak Café Columbus di dekat anjungan Kota Marseille [1] karena pandanganya lansung tertuju pada satu sosok. Siluet yang menarik perhatianya sehingga melupakan cuaca tidak menyenangkan tersebut. Seorang perempuan yang memiliki rambut indah dan terurai menghadap pada dinding kaca café yang transparan. Ketika perempuan itu menghirup kopinya, Philippe melihat leher yang indah, begitu cantik seperti sebuah boneka tua yang dibuat dari tanah liat. Sangat antik. Sedangkan tepat di meja depan perempuan itu, sebuah buku yang kelihatanya sangat baru tergeletak manis. Setelah memperhatikan sekilas pada buku itu, Philippe tersenyum. “ Semoga tuhan membantu kita semua , itulah kalimat terakhir yang ditulis oleh Irène Nèmirovsky sebelum akhirnya mati di kamar eksekusi. Mungkin hal terakhir y